Al-Iman Sumber Kebahagiaan dan Pertolongan

Selasa, 30 September 2014

FAKTOR KEBODOHAN & Pengaruhnya Terhadap Hukum-Hukum Keyakinan Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (عارض الجهل)

عارض الجهلوأثره على أحكام الاعتقاد عند أهل السنة والجماعة

FAKTOR KEBODOHAN

&

Pengaruhnya Terhadap Hukum-Hukum Keyakinan Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
 Di Susun Oleh:Syaikh Abul ‘Ula Ibnu Rasyid Ibnu Abil ‘Ula Ar Rasyidhafidzahullah
 Mimbar Tauhid Dan Jihad
 Alih bahasaAbu Sulaiman Aman Abdurrahman

_________________

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

MUQADDIMAH

Segala puji hanya milik Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, meminta ampunan-Nya dan kami berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa kami dan dari keburukan amalan kami. Barangsiapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorangpun yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa disesatkan-Nya maka tiada seorangpun yang bisa memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak diibadati selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (١٠٢)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.(Ali Imran: 102)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا (١)
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanyaAllah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.(An Nisa: 1)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (٧٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (٧١)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.(Al Ahzab 70-71)
Muqaddimah ini memuat beberapa hal:
1. Nama judul riset ini:
عارض الجهل وأثره على أحكام الاعتقاد عند أهل السنة والجماعة
2. Urgensi materi ini, di mana ia itu kembali kepada beberapa hal di antaranya:
  1. Perselisihan manusia dan perpecahan mereka dalam masalah ini di samping tidak adanya batasan baku yang ditetapkan oleh para penulis di dalam permasalahan ini yang mana batasan baku itu bisa mengikatnya.
  2. Perselisihan yang terjadi di antara para penulis atau di antara orang-orang yang berbicara dalam permasalahan ini adalah ada dua kelompok:
(1) Satu kelompok yang menganggap kebodohan itu adalah udzur secara mutlak di dalam semua masalah dan di dalam semua keadaan, tanpa mempertimbangakan dlawabith (batasan-batasan) yang telah ditetapkan oleh para imam ahlus sunnah, bahkan sebagian kelompok ini berlebih-lebihan sampai menetapkan syarat-syarat yang membuat takfier mu’ayyan itu menjadi sangat mustahil dengan dalih bahwa si pelaku itu mengucapkan Laa ilaaha illallaah, sehingga mereka itu dirasuki syubhat Irja.
(2) Kelompok lain yang tidak menganggap kebodohan sebagai udzur dalam semua keadaan dan dalam semua masalah, di mana ia tergesa-gesa dan bergegas dalam mengkafirkan orang yang melakukan syirik atau kekafiran, tanpa memperhatikan dlawabith dan mawani’ (penghalang-penghalang) yang bisa menghalangi dari takfier.
3. Mendiskusikan faktor kejahilan-kejahilan ini dan menetapkan batasan baku baginya, karena ia memiliki kaitan dengan permasalah takfier dan konsekwensi-konsekwensi serta pengaruh-pengaruhnya yang berbahaya yang dibangun di atasnya.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata:
“إذا تبين ذلك، فاعلم أن مسائل التكفير والتفسيق هي من مسائل الأسماء والأحكام التي يتعلق بها الوعد والوعيد في الدار الآخرة، ويتعلق بها الموالاة والمعاداة والقتل والعصمة وغير ذلك في الدار الدنيا”
“Bila hal itu sudah jelas, maka ketahuilah bahwa permasalahan takfier dan tafsiq adalah tergolong permasalah asma (nama-nama) dan ahkam yang berkaitan dengan janji dan ancaman di akhirat dan berkaitan juga dengan loyalitas, permusuhan, pembunuhan, keterjagaan, dan hal lainnya di dunia”[1]
Syaikh Abu Bithin mufti Diyar Najdiyyah berkata saat membicarakan permasalah takfier:
“وقد استزل الشيطان أكثر الناس في هذه المسألة؛ فقصّر بطائفة فحكموا بإسلام من دلت نصوص الكتاب والسنة والإجماع على كفره، وتعدّى بآخرين فكفّروا من حكم الكتاب والسنة مع الإجماع بأنه مسلم فيا مصيبة الإسلام من هاتين الطائفتين، ومحنته من تينك البليتين”
“Dan sungguh syaitan telah menyesatkan mayoritas manusia dalam masalah ini, di mana ia telah membuat sekelompok manusia berlaku taqshir (teledor) sehingga mereka menghukumi keislaman orang yang telah divonis kafir oleh nushush Al Kitab, As Sunnah, dan Ijma, dan ia telah membuat sekelompok yang lain melampaui batas, sehingga mereka mengkafirkan orang yang telah dihukumi sebagai muslim oleh Al Kitab, As Sunnah dan Ijma. Oh, sungguh bencana bagi Islam akibat dari dua kelompok ini dan sungguh ujian baginya dari akibat dua kelompok ini.”[2]
Syaikh Abdullathif Ibnu Abdirrahman Ibnu Hasan Alu Asy Syaikh yang mana beliau ini tergolong ulama dakwah, berkata:
“وهذان الشيخان (ابن تيمية وابن القيم) يحكمان أن من ارتكب ما يوجب الكفر والردة والشرك يُحكم عليه بمقتضى ذلك، وبموجب ما اقترف كفراً أو شركاً أو فسقاً. إلا أن يقوم مانع شرعي يمنع من الإطلاق، وهذا له صور مخصوصة، لا يدخل فيها من عبد صنماً أو قبراً أو بشراً أو مدراً لظهور البرهان، وقيام الحجة بالرسل”
“Dua syaikh ini (Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim) memvonis orang yang melakukan kekafiran, kemurtaddan dan kemusyrikan dengan vonis yang dituntut hal itu dan dengan vonis yang dituntut oleh apa yang dia lakukan, baik itu kekafiran atau kemusyrikan atau kefasiqan, kecuali bila ada penghalang syar’iy yang menghalangi dari penyematan vonis itu, sedangkan hal ini memiliki gambaran-gambaran yang khusus yang tidak masuk di dalamnya orang yang menyembah patung atau kuburan atau orang atau bangunan karena dalil telah jelas dan hujjah sudah tegak dengan para rasul.”[3]
4. Materi ini memiliki hubungan yang erat dengan materi yang sangat urgent, yaitu (pembatal-pembatal keimanan yang bersifat ucapan dan amalan) dan pengaruh faktor kebodohan ini terhadap orang yang terjatuh atau melakukan pembatal-pembatal ini.
Orang yang mengamati keadaan dan negeri-negeri kaum muslimin tentu ia mendapatkan aneka ragam fenomena pembatal keislaman yang bersifat ucapan dan amalan, di antaranya ada yang sudah lama terjadi dan ada pula yang baru terjadi, dan tujuan kami bukanlah menuturkan semua pembatal-pembatal ini, akan tetapi kami meringkas yang paling pentingnya saja:
  1. Ibadah kepada kuburan, kubah-kubah, tempat-tempat ziarah, pohon, batu, para wali dan shalihin dengan cara berdoa kepadanya, istighatsah dan isti’anah dengannya, nadzar dan menyembelih untuknya dan thawaf di sekitarnya. Ini termasuk pembatal keislaman dengan kesepakan ulama.
  2. Menyingkirkan syari’at dari hukum dan menggantinya dengan undang-undang buatan manusia yang dengan konsekuensinya yang haram dihalalkan dan yang halal diharamkan, begitu juga hudud dan hukuman syari’at diganti dengan hukuman-hukuman buatan yang tidak diturunkan Allah. Hal ini terjadi di mayoritas negeri-negeri kaum muslimin pada hari ini. Gambaran ini adalah termasuk pembatal keimanan dengan kesepakatan ulama.
  3. Loyalitas kepada orang-orang kafir dan membantu mereka dalam memerangi kaum muslimin, juga mencintai mereka dengan kecintaan yang tulus dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dengan meninggalkan kaum mukminin dan membela mereka terhadap kaum mukminin.
  4. Memperolok-olok dan melecehkan agama dan penganutnya serta mencerca mereka lewat sarana-sarana informasi, baik itu yang dilihat, di dengar maupun yang dibaca sampai pada tahap memperolok-olok hal yang diketahui secara pasti lagi umum dari dien ini seperti surga dan neraka, hudud, hukuman, dan sangsi-sangsi syari’at serta hal lainnya yang diketahui pasti lagi umum dari dien ini, sedangkan contoh-contohnya sangat banyak.
  5. Mengingkari hal-hal yang sudah diketahui pasti lagi umum dari dien ini (maklum minaddien bidldlarurah) berupa ajaran-ajaran dan landasan-landasan pokok dien ini, dan menganggap bodoh orang yang mendakwahkannya dan yang memerintahkan manusia dengannya, sedangkan contoh-contoh atas hal itu adalah banyak.
  6. Ilhad (penyelewengan) dalam Asma dan Shifat Allah dan mengingkari sebagian shifat ini yang ada di dalam Al Qur’an dan As Sunnah atau mentakwilnya dengan pentakwilan yang mendekati pengingkarannya, seperti pengingkaran istiwa Allah di atas  Arasy-Nya dan sifat ‘Uluw-Nya di atas semua makhluk-Nya, dan yang lainnya yang mana firqah-firqah zaman dahulu telah terjatuh di dalamnya dan hal itu diikuti oleh sebagian orang-orang masa kini.[4]
Dengan merebaknya pembatal-pembatal keislaman ini dan keterjatuhan banyak manusia ke dalamnya baik individu-individu maupun kelompok yang banyak, maka sudah sewajibnya atas para du’at dan ulama untuk menjelaskan bahayanya pembatal-pembatal ini, menghati-hatikan manusia dari keterjatuhan ke dalamnya, menerangkan dalil-dalil yang menunjukan bahwa hal itu mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, serta membantah syubhat-syubhat golongan sesat yang membuat pengkaburan urusan ini di hadapan manusia atau mengecilkan bahayanya, dalam rangka pembebasan tanggung jawab bagi diri mereka di hadapan Allah dan dalam rangka menjelaskan al haq, sedangkan mereka itu sudah diambil perjanjian untuk menyampaikannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya.[5]
Akan tetapi sangat disayangkan, justeru malah telah muncul dari kalangan du’at itu orang yang memandang bahwa penghati-hatian dari pembatal-pembatal ini adalah hal yang memecah belah kaum muslimin dan mencerai-beraikan persatuan mereka, di mana para du’at itu menganggap ringan status pembatal-pembatal ini padahal ia itu berbahaya, dan sebagian menganggap hanya sekedar kemungkaran biasa yang tidak berhak di namakan sebagai pembatal keislaman, dan sebagian mereka malah membela-bela orang yang melakukan pembatal-pembatal ini dengan dalih bahwa para pelaku itu mengucapkan kalimat tauhid, dan bahwa tidak mungkin mereka itu dikafirkan karena mereka itu melakukan pembatal-pembatal ini atas dasar kebodohan, tanpa mereka itu memperhatikan batasan-batasan baku yang telah ditetapkan para ulama dalam mempertimbangkan kejahilan sebagai udzur yang diterima. Sehingga akhirnya status pembatal-pembatal ini menjadi ringan di hadapan manusia karena keengganan para du’at dan ulama dari menghati-hatikan tentang bahayanya dan dari menjelaskan bahwa ia itu mengeluarkan dari Islam.
Oleh karena sebab-sebab ini maka dengan memohon pertolongan Allah ta’ala dan dengan meminta taufiq dan pelurus dari-Nya ‘Azza wa Jalla kami merasa penting untuk menulis di dalam masalah yang sangat urgent ini.
Dan penting kami katakan: Bahwa kajian ini berisi beberapa dlawabith (batasan-batasan baku) dan kaidah-kaidah penting yang menjadikannya pertengahan di antara orang-orang yang ghuluw dari dua kelompok di dalam masalah ini. Dlawabith ini adalah:
  1. Perbedaan antara masail dhahirah (permasalahan yang nampak) dengan masail khafiyyah (permasalahan yang samar) di dalam pengudzuran dengan sebab kejahilan, dan permasalahan yang tercakup di dalamnya.
  2. Pembuktian dan pembakuan masalah ushuluddien dan masalah furu’ dien ini menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah seraya membandingkannya dengan para ulama panutan lainnya.
  3. Perbedaan antara maksud yang dianggap dengan maksud yang tidak dianggap di dalam permasalahan takfier, dan diskusi pelurusan syarthul qashdiy (syarat ada maksud) yang bermakna keyakinan dan niat.
  4. Perbedaan antara sifat tegak di dalam masail dhahirah dan di dalam masail khafiyyah.
  5. Perbedaan antara orang yang memiliki tamakkun (kesempatan/peluang) untuk belajar dengan orang yang tidak memiliki tamakkun, dan pembakuan kaidah “ada kesempatan untuk mengetahui” dan batasan-batasannya.
  6. Pembakuan dan penetapan kaidah pengecualian orang yang baru masuk Islam (dan) orang yang hidup di pedalaman yang jauh dari keumuman tidak ada udzur dengan sebab kejahilan di dalam masail dhahirah.
  7. Pembakuan dan pembuktian perbedaan antara kufur nau’ dengan kufur mu’ayyan, dan pengkhususan para ulama panutan terhadap kaidah ini.
  8. Pembakuan dan penetapan kaidah vonis kekafiran dan keislaman, dan bahwa keduanya di sandarkan kepada hal yang dhahir (nampak).

Kajian Ini Berisi Sepuluh Pasal:

Pasal Pertama:Berisi dua tema:
Pasal Kedua:Dengan judul: “Keterbuktian Pemilihan Antara Masaail Dhahirah Dengan Masaail Khafiyyah Menurut Para Ulama Panutan”.
Dan berisi beberapa tema:
Pasal Ketiga:Dengan Judul: “Diskusi Pelurusan Pensyaratan Maksud Dalam Kemunculan Maksud Atau Ucapan Kekafiran Dari Mukallaf”
Dan berisi beberapa tema:
Pasal Keempat:Dengan Judul: “Perbedaan Antara Tegak Hujjah Dan Paham Hujjah Serta Sifat Tegak Hujjah Di Dalam Masaail Dhahirah Dan Masaail Khafiyyah”.
Dan berisi beberapa tema:
Dan berisi beberapa tema:
Tema Pertama:
– Batasan-Batasan Orang Yang Memiliki Tamakkun Dan Orang Yang Tidak Memiliki Tamakkun./
Tema Kedua:
– Nama-Nama Ulama Yang Menetapkan Kaidah Ini
Tema Ketiga:
– Pernyataan Para Ulama Dalam Menetapkan Kaidah Ini
– Kesimpulan Pasal
- Perkataan-Perkataan Ulama Dalam Tafsiran Dalil-Dalil Yang Berpencar-Pencar
Pasal Ketujuh:Dengan Judul: “Pernyataan Para Ulama Panutan Perihal Tidak Ada Udzur Dengan Sebab Kebodohan Di Dalam Masaail Dhahirah”
Tema Kedelapan:
Catatan Penting
Dan berisi beberapa tema:
Tema Keempat:
–      Diskusi Pelurusan Makna Istitabah
Yaitu:
Tema Keenam:
6. Diskusi Pelurusan Hadits Hudzaifah Ibnul Yaman radliyallahu ‘anhu
Tema Ketujuh:
7. Diskusi Pelurusan kisah qawad (qishash)
Tema Kedelapan
8. Diskusi Pelurusan Klaim Ijma’
Pasal Kesepuluh:Dengan judul: “Fatwa-Fatwa Ulama Panutan Perihal Masalah Pengudzuran Dengan Sebab Kejahilan”, dan ia itu adalah:
1. Fatwa-Fatwa Ulama Dakwah Najdiyyah
2. Fatwa-Fatwa Lajnah Daimah Untuk Riset Ilmiyyah Dan Fatwa Di Saudi
3. Fatwa-Fatwa Syaikh Abdul Aziz Ibnu Baz Mufti Umum Negara Saudi Rahimahullah Ta’ala
Metode kami dalam kitab ini berdiri di atas riset dan penelusuran tuntas dalam setiap masalah, pentarjihan apa yang telah ditarjihkan oleh para ulama rujukan, penukilan teks-teks ucapam mereka tanpa pemotongan atau pemalingan, penukilan pemahaman mereka yang jelas terhadap nash-nash yang ada, dan tidak menepatkan teks-teks ucapan itu kepada kesimpulan-kesimpulan atau pendapat-pendapat kami yang sudah ada sebelumnya di dalam masalah ini, dan saya tidak lupa untuk mengucapkan rasa terimakasih yang banyak kepada para syaikh kami yang mulia yang telah mengerahkan kemampuan dan waktu dalam memeriksa buku ini, dan saya khususkan di antara mereka:
1. Fadlilatusy Syaikh Shalih Al Fauzan hafidzahullah (anggota Haiah Kibar Ulama Di Saudi dan anggota Lajnah Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah) atas kesediaannya untuk mengoreksi buku ini, memberi pengantar dan memberikan catatan-catatan penting, maka semoga Allah membalaskan kebaikan kepadanya.
2. Fadlilatusy Syaikh ‘Abid Ibnu Muhammad As Sufyaniy hafidzahullah (Dekan Fakultas Syari’ah Ummul Qura yang lalu) di Mekkah Al Munawarah dan sekarang sebagai guru besar fiqh dan ushul di sana, yang telah mengerahkan banyak waktunya, dan saya telah membacakan kepadanya kitab ini secara utuh kemudian beliau memberikan banyak arahan bagi saya, maka semoga Allah membalaskan kebaikan dan pahala yang banyak kepadanya.
Saya berharap dari ikhwan yang budiman, siapa saja yang membaca kitab ini dan mendapatkan di dalamnya sesuatu yang mesti diluruskan, maka hendaklah ia menyampaikannya kepada saya sebagai bentuk ketulusan dan masukan bagi saya. Dan saya memohon kepada Allah agar membalas kebaikan kepada setiap orang yang membantu pengeluaran kitab ini dan menjadikannya manfaat bagi saya dan bagi kaum muslimin… Allahumma amiin… dan Allah lah di balik tujuan ini dan Dia-lah yang menunjukan kepada jalan yang lurus.
Ditulis oleh:
Abul ‘Ula Ibnu Rasyid Ibnu Abil ‘Ula Ar Rasyid
25 Dzul Hijjah 1428 H.
PO BOX 6882
Kode Pos – Makkah Al Mukarramah
 *****
______________________
[1] Majmu’ Al Fatawa 12/468
[2] Fatawa Al Aimmah An Najdiyyah 3/338 Terbitan Dar Ibnu Khuzaimah.
[3] Fatawa Al Aimmah An Najdiyyah 3/338 Terbitan Dar Ibnu Khuzaimah
[4] Silahkan lihat rincian pembatal-pembatal ini:
  1. Nawaqidlul Iman Al Qauliyyah Wal ‘Amaliyyah, tulisan Doktor Abdul ‘Aziz Al Abdillathif.
  2. Al Iman, Haqiqatuhu, Arkanuhu, Nawaqidluhu, tulisan Doktor Nu’aim Yasin.
  3. Risalah Al Wala Wal Bara’, tulisan Doktor Muhammad Ibnu Sa’id Al Qahthaniy.
  4. Risalah Al Muwalah Wal Mu’adah, tulisan Mihmas Al Jal’ud.
  5. Risalah Tahkimul Qawanin, tulisan Syaikh Muhammad ibnu Ibrahim Alu Asy Syaikh.
  6. Adlwaa ‘Alaa Ruknit Tauhid, tulisan Abdul ‘Aziz Abdul Hamid.
  7. Al Hukmu Bighairi Maa Anzalallaah, Ahwaluhu Wa Ahkamuhu, tulisan Doktor Abdurrahman Al Mahmud.
  8. Majmu’atut Tauhid, Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab dan Ibnu Taimiyyah.
  9. At Tibyan Fi Syarhi Nawaqidlil Islam, tulisan Syaikh Sulaiman Ibnu Nashir Al ‘Ulwan.
[5] Kondisi mereka dalam hal itu adalah seperti keadaan dakwah para mujaddid semisal Syaikh Muhammad Ibnu Wahhab rahimahullah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar